6 KEBODOHAN PENDAKI PEMULA BIKIN CELAKA
Merdeka.com
- Mendaki gunung kini menjadi tren. Banyak orang ramai-ramai ikut merayakan
tahun baru di puncak-puncak gunung. Melihat matahari terbit untuk pertama
kalinya bersama lautan awan dari puncak-puncak tertinggi.
Sayangnya
banyak orang mendaki tanpa persiapan dan kemampuan teknis yang cukup. Mereka
yang bukan pendaki gunung melakukannya sekadar untuk hura-hura. Karena tak
paham aturan, seenaknya saja mencoreti batu. Mengukir nama-nama mereka di pohon
serta memenuhi gunung dengan sampah.
Mendaki
gunung masuk kategori olahraga berbahaya. Tapi para pendaki pemula
memasabodohkan bahaya. Demi memasang foto-foto di sosial media, mereka pergi ke
gunung. Tanpa persiapan, asal-asalan dan seringkali sembrono.
Kematian
Shizuko Rizmadhani (15) di Gunung Gede Pangrango dan Endang Hidayat (53) di
Semeru bukti taruhan mendaki gunung adalah nyawa.
Berikut
kebodohan para pendaki pemula yang sering membuat mereka celaka dan meninggal
di gunung. Semoga semua sadar, naik gunung jauh lebih bahaya daripada pergi ke
mal.
1. Sok jagoan
Sikap
sok jagoan ini nyaris selalu menjadi penyebab utama musibah pada pendaki
pemula. Dengan alasan mencari tantangan, para pendaki pemula ini mencari jalur
di luar jalur resmi.
Parahnya,
seringkali mereka melakukannya tanpa kemampuan navigasi yang baik. Jangankan
GPS dan peta topografi, sekadar kompas pun tak bawa. Lalu apa yang diandalkan?
Maka
petualangan mereka pun biasanya berakhir di dasar jurang, mati kedinginan di
lembah atau ditandu Tim SAR ke rumah sakit.
Membuka
jalur baru juga berarti merusak konservasi. Mengganggu hidupan liar dan
ekosistem. Para pendaki berpengalaman tak akan melakukannya selain untuk
kepentingan penelitian dan ilmu pengetahuan.
2. Buruknya manajemen logistik
Salah
satu masalah pendaki pemula adalah buruknya manajemen logistik. Dalam pikiran
mereka, mendaki gunung identik dengan mie instan.
Hal
ini salah besar. Mendaki gunung adalah kegiatan berat. Butuh kalori hingga
4.000 kkal per hari. Bayangkan dengan aktivitas sehari-hari yang rata-rata
hanya membutuhkan 2.000 kkal per hari.
Kebutuhan
kalori yang besar ini didapat dari daging-dagingan berlemak, coklat dan karbohidrat.
Tentu bukan mie instan yang sulit dicerna tubuh dan menyerap air dalam tubuh.
Seringkali
para pemula mendapati nasi yang ditanak tak matang sempurna. Maka kombinasi
makanan mereka jadi nasi keras, mie instan dan ikan asin. Karena tak nikmat, napsu
makan pun berkurang. Padahal tubuh butuh banyak masukan untuk tenaga dan
menjaga suhu agar tetap hangat.
Dalam
kondisi lemas dan lapar inilah sering terjadi kecelakaan. Kurangnya
konsentrasi, pingsan hingga kematian.
3. Buruknya pengepakan barang
Packing
atau mengepak barang dalam ransel adalah seni yang harus dikuasai pendaki
gunung. Seluruh barang bawaan harus masuk ke dalam ransel. Karena medan sulit,
tak boleh ada yang tergantung di luar ransel selain botol air minum. Tangan
harus bebas karena memegang walking stick atau berpegangan meniti akar-akar
pohon jika dibutuhkan.
Maka
lihatlah para pendaki pemula. Dengan panci digantung ke ransel. Tangan
menenteng sleeping bag atau jaket.
Ransel
mereka tak dilapisi lagi dengan cover bag. Pakaian di dalam ransel tak dilapis
plastik.
Jika
hujan, semua pakaian, jaket dan sleeping basah. Padahal sangat penting menjaga
pakaian ganti tetap kering. Tidur dengan keadaan basah bisa mengakibatkan
hipotermia. Inilah penyebab utama kematian seorang pendaki gunung. Suhu tubuh
turun karena kedinginan.
Jangan
pernah anggap enteng mengepak barang. Ini yang sering dimasabodohkan pendaki
pemula.
4. Pergi dalam rombongan besar
Shizuko
Rizmadhani berangkat bersama rekan-rekan pecinta alam di sekolahnya. Jumlahnya
27 orang. Jumlah yang sangat besar untuk pendakian gunung.
Kemungkinan
orang tua mudah memberikan izin jika pergi dalam rombongan besar. Orang tua
merasa anaknya lebih aman karena banyak yang menjaga.
Padahal
salah besar. Rombongan besar justru merepotkan. Makin sulit membagi logistik
dan mengatur manajemen perjalanan.
Bayangkan
butuh berapa kompor lapangan untuk memberi makan 27 orang itu? Lalu
perlengkapan P3K? Siapa ketuanya? Apakah dia benar-benar berwibawa untuk
mengatur 27 orang itu?
Masalah
yang sering muncul adalah banyaknya konflik. Keinginan anggota yang beraneka
ragam dan sikap intoleransi. Lihatlah kasus Shizuko, kemana saja teman-temannya
yang banyak itu?
Pendakian
ideal, beranggotakan 4 sampai 6 orang pendaki. Pilihlah satu orang untuk
memimpin pendakian. Bukan karena dia ketua, tapi memang memiliki watak bisa
diandalkan dan leadership.
5. Hipotermia disangka kesurupan
Pendaki
pemula mendaki tanpa ilmu. Berbekal semangat dan tanpa perlengkapan memadai
mereka nekat mendaki gunung.
Karena
tidak tahu ilmu P3K, maka sering terjadi salah kaprah. Pada penderita
hipotermia, korban akan menggigil dan kehilangan kesadaran. Lalu mulai bicara
melantur.
Karena
nyerocos tak karuan dan sukar diajak komunikasi, teman-temannya menyangka si
korban kesurupan. Mereka malah membacakan doa untuk mengusir setan. Inilah yang
mungkin terjadi pada Shizuko.
Seharusnya,
segera lakukan pertolongan. Ganti pakaiannya dengan pakaian kering. Masukkan
dalam sleeping bag yang sudah dihangatkan. Taruh juga beberapa botol air panas
di dalam sleeping bag itu. Jaga kondisi lingkungan tetap hangat.
Jika
sudah membaik beri makanan hangat sedikit demi sedikit. Hindari memberi kopi
atau minuman keras.
6. Aku si cepat
Ciri
khas pendaki pemula, apalagi yang masih berusia muda adalah selalu bergerak
dengan cepat. Mereka selalu tergesa-gesa, menjadikan naik gunung seolah lomba
lari ke puncak. Malu menjadi yang paling belakang, karena sering dianggap
sebagai yang terlemah.
Karena
itu biasanya waktu tempuh ke puncak lebih singkat. Baru setelah perjalanan
turun, aneka masalah datang. Kehabisan tenaga, cidera otot hingga kecelakaan
dan kehilangan arah menjadi ancaman.
Idealnya,
ada seorang sweeper yang berjalan paling belakang. Biasanya orang ini yang
paling kuat dan bisa diandalkan. Tugasnya menyapu seluruh anggota tim.
Memastikan tak ada yang keteteran atau tertinggal di belakang.
Namun
dalam rombongan pendaki pemula, tak ada yang mau menerima tugas ini. Jadi
sweeper dianggap hina. Menjadi paling pertama sampai puncak dan pertama turun
ke kaki gunung jadi tujuan utama.
"Aku
si cepat. Tanpa sadar kutinggalkan sahabatku yang kelelahan mati di
gunung."
Sumber
: Merdeka.Com
0 comments:
Posting Komentar